Tradisi pencak silat sudah berurat-berakar di kalangan masyarakat Indonesia sejak lama. Sebagaimana seni beladiri di negara-negara lain, pencak silat yang merupakan seni beladiri khas Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang dikembangkan untuk mewujudkan identitas. Demikian pula bahwa seni beladiri pencak silat di Indonesia juga beragam dan memiliki ciri khas masing-masing.
Tapak Suci sebagai salah satu varian seni beladiri pencak silat juga memiliki ciri khas yang bisa menunjukkan identitas yang kuat. Ciri khas tersebut dikembangkan melalui proses panjang dalam akar sejarah yang dilaluinya. Berawal dari aliran pencak silat Banjaran di Pesantren Binorong Banjarnegara pada tahun 1872, aliran ini kemudian berkembang menjadi perguruan seni bela diri di Kauman Yogyakarta karena perpindahan guru (pendekarnya), yaitu KH. Busyro Syuhada, akibat gerakan perlawanan bersenjata yang dilakukannya sehingga ia menjadi sasaran penangkapan yang dilakukan rezim kolonial Belanda.
Di Kauman inilah pendekar KH. Busyro Syuhada mendapatkan murid-murid yang tangguh dan sanggup mewarisi keahliannya dalam seni pencak silat. Perguruan seni pencak silat ini didirikan pada tahun 1925 dan diberi nama Perguruan cik auman yang dipimpin langsung oleh Pendekar M.A Wahib dan Pendekar A. Dimyati, yaitu dua orang murid yang tangguh dari KH. Busyro Syuhada. Perguruan ini memiliki landasan agama dan kebangsaan yang kuat. Perguruan ini menegaskan seluruh pengikutnya untuk bebas dari syirik (menyekutukan Tuhan) dan mengab-dikan perguruan untuk perjuangan agama dan bangsa.
Perguruan Cikauman banyak melahirkan pendekar-pendekar muda yang akhirnya mengembangkan cabang perguruan untuk memperluas jangkauan yang lebih luas dengan nama Perguruan Seranoman pada tahun 1930. Perkembangan kedua perguruan ini semakin hari semakin pesat dengan pertambahan murid yang cukup banyak. Murid-murid dari perguruan ini kemudian banyak menjadi anggota Laskar Angkatan Perang Sabil (APS) untuk melawan penjajah, dan banyak yang gugur dalam perlawanan bersenjata. Lahirnya pendekar-pendekar muda hasil didikan perguruan Cikauman dan Seranoman memungkinkan untuk mendirikan perguruan-perguruan baru, yang di antaranya ialah Perguruan Kasegu pada tahun 1951.
Atas desakan murid-murid dari Perguruan Kasegu inilah inisiatif untuk menggabungkan semua perguruan silat yang sealiran dimulai. Pada tahun 1963, desakan itu semakin kuat, namun mendapatkan tentangan dari para ulama Kauman dan para pendekar tua yang merasa terlangkahi. Dengan pendekatan yang intensif dan dengan pertimbangan bahwa harus ada kekuatan fisik yang dimiliki ummat Islam menghadapi kekuatan komunis yang melakukan provokasi terhadap ummat Islam, maka gagasan untuk menyatukan kembali kekuatan-kekuatan perguruan yang terserak ke dalam satu kekuatan perguruan dimulai.
Seluruh perangkat organisasional dipersiapkan, dan akhirnya disepakati untuk menggabungkan kembali kekuatan-kekuatan perguruan yang terserak ke dalam satu kekuatan perguruan, yaitu mendirikan Perguruan Tapak Suci pada tanggal 31 Juli 1960 yang merupakan keberlanjutan sejarah dari perguruan-perguruan sebelumnya. Pada perkembangan selanjutnya, Perguruan Tapak Suci yang berkedudukan di Yogyakarta akhirnya berkembang di Yogyakarta dan daerah-daerah lainnya.
Setelah meletusnya pemberontakan G30 S/PKI, pada tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan Perguruan Tapak Suci yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada saat itulah berhasil dirumuskan pemantapan organisasi secara nasional, dan Perguruan Tapak Suci dikem-bangkan lagi namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dan pada Sidang Tanwir Muham-madiyah tahun 1967, Tapak Suci Putera Muhammadiyah ditetapkan menjadi organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah, karena Tapak Suci Putera Muham-madiyah juga mampu dijadikan wadah pengkaderan Muhammadiyah.
( Di Kutip dari www.muhammadiyah.or.id)
No comments:
Post a Comment